Dear Diary 12 Januari 2011
Sulit rasanya bernapas untukku saat ini. Ada kepedihan yang mendalam ku rasakan seketika dalam angan dan lamunanku kembali terulang perih pedih yang ku rasa. Seonggok harapan palsu yang selama ini kau berikan. Harus aku katakan aku pernah pasrahkan seluruhnya untukmu bahkan hati ku seutuhnya.Namun apalah dayaku ternyata waktu yang ku jalani tak membuatku menemukan suatu jawaban pasti.Masih ada hati untuk bicara ketika napasku justru sesak saat melihat dirimu bersamanya,meski semua ku sembunyikan.Aku kembali di sini,menanti dengan tetesan air mata yang sulit untuk berhenti.
Ana Angelita
Ku tutup kembali diary itu.Ku usap air mata ku yang jatuh menetes.Kerinduan ini begitu menyiksaku dan tanpa aku mengerti kenapa hati ini masih berpihak pada Rian. Haruskah aku tetap seperti ini.Lamunanku kembali pada masa itu ketika aku dan Rian masih bersama.Ketika masih bertimbun cinta Rian untukku.Ketika pertama kali Rian mengucapkan kata cintanya.
“Ana,”panggil Rian ketika aku dan Ade keluar dari gerbang
“Hei,Rian.Ada apa?”tanyaku
“Aku ingin bicara sebentar,boleh?”tanya nya dengan wajah memelas
Pandanganku beralih pada Ade,aku tak mau dia tersinggung jika ku tinggalkan dan pergi bersama Rian.
“Udah pergi aja,aku bisa balik duluan kok,”ujar Ade mengerti pandanganku
Aku tersenyum Ade menjauh,pergi untuk pulang lebih dulu.
“Kita mau kemana nih?”
“Ikut aku aja ,deh”ujar Rian menarik tanganku.
Tok..tok…tok
Akh,ketukan pintu mengakhiri lamunan pedih perihku.
“Non,ada tamu,”ujar bi ipah dari luar pintu.
“Siapa bi?”tanyaku
“Tidak tau ,non.Katanya temen Non Ana.”
“Suruh tunggu di luar ya,bi”ucapku sambil berjalan menuju kamar mandi.
Tak ku dengar lagi suara Bi Ipah.Di kamar mandi yang berukuran cukup besar di kamarku,ku usap tubuhku,air mengalir lembut menyentuh setiap lekukan tubuhku.Tak ku sangka seharian aku tak mandi membuatku benar-benar menikmati setiap sentuhan air itu pada tubuhku.Selesai sudah aku menikmati sentuhan itu.Ku langkahkan kaki ku menuju ruang tamu di lantai satu. Dalam pandanganku tampak seorang laki-laki dengan postur tubuh tinggi,T-shirt putih dan celana jeans tapi aku merasa tak mengenali laki-laki itu.
“Siapa kamu?”tanyaku,masih memandang laki-laki itu dari belakang.
Laki-laki itu berbalik. Memberikan senyum penuh arti yang tak mampu aku definisikan.
“Lama amat turunnya putri tidur?Masa udah lupa sama aku sich?”ujarnya menghampiriku
“Putri tidur? Sejak kapan aku punya nama putri tidur? Yang aku tanyakan kamu itu siapa?”
“Oke,ini memang udah 10 tahun wajar kalau kamu lupa sama aku tapi ga wajar donk,kalau kamu lupa sama nama panggilan kamu,”
“Kamu tuh terlalu bertele-tele ya? Kalau kamu ga mau bilang kamu siapa,lebih baik kamu pergi dari rumah aku!”
“Wah,kamu tambah cerewet ya setelah sepuluh tahun. Lita,Enggar merindukanmu,”ujarnya menyentuh hidungku.
Akh, gerakan itu,Enggar?
“Enggar?Kamu Enggar?Enggar yang dulu sering kentut sembarang tempat itu kan?”
“Ampunnnnn,deh. Nama aja ga di ingat soal kentut di ingat,”
“Hahahahaha, mana mungkin aku lupa kamu kan sering banget kentut waktu sama aku,apalagi waktu kita main nikah-nikahan kamu kentut berapa kali ya?hahahhahaha,”ujarku tak berhenti
“Aduh,aku balik ke Australi aja deh”ujarnya berjalan ke arah puntu keluar.
Ku tarik kerah putihnya.
“Enggar, sejak kapan kamu jadi ambekan gini sich?”
“Abis,dari tadi nyinggung kentut mulu sih.Itukan masa lalu,”
“Iya deh iya,sorry deh. Kapan kamu balik ke Indonesia? Kok ga ngasih kabar ke aku sich?”
“Emang kalau aku kasih kabar kamu mau jemput aku di air port?”ujar Enggar merangkulku..
“Males lah tapi paling enggak aku kan bisa suruh Pak Min yang jemput,”ujarku menjitak kepalanya.
“Ogah lah,aku lebih suka sendiri, kalau kamu nawarin jemput aku sendiri tanpa pak Min baru aku mau,”ujarnya lagi.
“Yeeeee,maunya. Aku kan sibuk tau!”ucapku setelah kami berdua sama-sama duduk di ruang tamu.
“Sibuk? Sok dewasa deh kamu,kamu sibuk atau menyibukkan diri?Tante bilang kamu sering bertelor di rumah kok,”
“Bertelor,kamu pikir aku bebek apa?”
“Coba aku liat,”Enggar memperhatikan wajahku.
“Muka cantik,ga da jerawat,ga da bintik-bintik, eh bibir wah,aku tau bibir kamu mirip congor bebek hahahahaha.”ujar Enggar yang lalu berlari.
Aku mengejar Enggar.
“Enak aja,muka kamu tuh persis bebek dasar tukang kentut,awas kamu kalau dapaaat ya.”
Ya, sehari itu aku menikmati kebersamaan ku dengan sobat kecil yang pernah hilang dari kehidupanku. Sobat kecil di masa silam sepuluh tahun lalu. Tanpa ku ketahui Mama menatap kebersamaan kami berdua dan air mata nya menetes penuh arti.
Aku tak pernah tau bahwa Mama menghubungi Enggar dan memintanya kembali untukku. Aku hanya merasa bahagia Enggar kembali. Mungkin Enggar lah yang ku harapkan mampu menyembuhkan hatiku yang sakit ini. Mungkin.
* * *
1. I WILL YOU BACK
“Hei,putri tidur kamu bener-bener berubah ya?”ujar Enggar suatu hari ketika itu kami sedang duduk santai di gazebo belakang rumah
“Apaan lagi berubah?Aku sama seperti dulu Enggar,hanya tubuh ini saja yang membuatku sedikit lebih dewasa haha iya kan?”
“Hahaha,sejak kapan kamu jadi narsis gini sih?”
“Eh,itu kenyataan tauuu!”
Tiba-tiba Enggar menyentuh lesung pipi kiriku ketika aku tertawa. Aku menatapnya dengan pandangan bingung.
“Senyum kamu yang berubah,tidak sebebas dulu? Ada apa Lita?”
Inilah yang tidak aku sukai dari Enggar. Dia begitu mengenalku lebih dari aku mengenal diriku sendiri. Bahkan setelah sepuluh tahun Enggar masih seperti dulu,masih sama dengan Enggar yang dulu pernah aku cintai.
“Tak ada masalah Enggar,mungkin senyumku memang tengah terikat dengan hal lain,dan aku sama sekali tak ingin membahas nya,”ujarku tajam
“Hemmmm,sayang sekali. Itu berarti kepulangan ku ke Indonesia jadi sia-sia,dong. Ga bisa liat senyum putri tidur lagi.”
Aku hanya diam. Aku tau itu memang benar-benar suara hati Enggar, melihat senyum putri tidur itu kembali dalam pandangan matanya. Sayangnya senyuman itu telah ku kubur jauh bersama dengan kepedihan hati yang aku rasakan. Meski tak pernah ada yang ingin merasakannya.